6 Okt 2011

Jeritan Hati Seorang SuamiFiksi

Alasan apalagi yang mesti aku berikan pada anak dan istriku untuk secepat mungkin meninggalkan mereka. Tentu, jika ada pilihan aku lebih suka tinggal bersama mereka, menghabiskan waktu mengawasi si kecil yang baru belajar berjalan, mengajari anak pertamaku mengerjakan PR, membacakan buku-buku pilihan sebelum mereka tidur. Setelahnya aku akan bercanda, bercengkrama dengan istri, membicarakan masa depan anak-anak di saat mereka telah lelap. Mempunyai keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah. Itulah impianku. Bangga rasanya aku mempunyai istri yang selalu mengerti kedaanku.

Ah, sangat berat rasanya meninggalkan mereka. Empat anak dan istri tercintaku. Aku melangkah gontai menuju bandara Soekarno Hatta. Setelah menunggu proses hampir memakan waktu satu tahun akhirnya panggilan kerja bersama turunya visa datang juga. Korea, negara gingseng pilihanku. Walau di kanan dan kiri kulihat banyak teman-teman yang senasib harus meninggalkan keluarga demi memperoleh ekonomi yang lebih baik, ingatanku tetap pada anak-anak dan istri. Apalagi si kecil. Ah, berapa kali ia terjatuh, tetapi semangatnya ingin cepat bisa berjalan membuatnya tidak mengenal sakit.

Aku dikejutkan oleh tepukan tangan di bahu, saat kulihat sekeliling rupanya kami telah sampai di bandara dengan selamat. Kuucapkan syukur dengan memuji yang Maha Kuasa. Aku terhenyak kagum begitu kaki masuk ke dalam gedung bandara. Berjuta wajah asing dengan kesibukan masing-masing. Untunglah, di antara teman-teman rombongan yang berjumlah delapan orang hampir separohnya sudah pengalaman. Aku yang masih katrok hanya ngikut sambil sesekali bertanya jika ada sesuatu yang tidak aku pahami.

Panggilan untuk segera masuk pesawat memenuhi ruang tunggu. Iya, sekali lagi aku masih katrok, apalagi yang bisa aku perbuat selain ngikut rombongan. Dadaku berdetak kencang ketika telah menduduki kabin pesawat yang secara kebetulan duduk di dekat jendela. Sehingga dengan mudah, aku bisa lihat pemandangan ke luar. Layar monitor di depanku menyala, seorang wanita cantik berbusana pramugari sama persis yang dengan yang mencarikan nomer tempat duduk tadi memperagakan bagaimana cara kami memasang alat-alat jika terjadi kecelakaan. Aku perhatikan semua dengan seksama. Tak sedikitpun terlewat.

Ini pertama kali aku berada di dalam pesawat. Kembali pandangan kulempar ke luar jendela. Ya Alloh… bayangan si kecil, aku sangat merindukannya. Tanpa kusadari air mata telah meleleh bersama sesaknya nafas dalam dada. Kuusap air mata dengan selimut pemberian pramugari tadi sambil ku lafazkan doa mohon ketabahan dan perlindungan untukku dan keluargaku. Sesaknya dada menahan pedih harus meninggalkan orang-orang yang kucintai.

Untung sekali aku datang menginjakan kaki untuk pertama kali ke tanah gingseng ini saat musim panas. Begitu kata temanku, setidaknya aku tidak kaget dengan cuaca yang mirip dengan negeri sendiri. Akupun bisa menyiapkan segalanya untuk menyambut musim dingin nanti. Tidak ada sesuatu keberhasilan diraih dengan percuma tanpa perjuangan dan kerja keras. Aku sempat kaget waktu pertama bekerja di Korea, aturannya sangat ketat, disiplin, tidak boleh terlambat sedetikpun dan kerjanya juga harus sungguh-sungguh. Seringnya aku dibentak oleh mandor tidak mempengaruhi semangat kerjaku. Semakin aku dibentak ingatan anak-anak semakin dekat di pelupuk mata. Syukurlah, bersamaan dengan waktu yang terus berjalan akupun semakin lihai dengan tugasku, aku tidak pernah dibentak-bentak lagi. Bahkan aku berkawan baik dengan mandor yang asli penduduk sini. Mereka kerap memuji hasil kerjaku yang sempurna. Kubisikan dalam hati, semua demi keluargaku.

Waktu liburan aku pergunakan untuk saling berkunjung ke teman-teman yang bertempat tinggal lebih jauh, kadang bermain bola atau main ke tempat wisata negara tersebut. Hampir semua tempat sudah aku kunjungi. Menjelang habis masa kontraku selama tiga tahun, seorang kawan mengenalkan aku pada laptop. Dengan benda inilah mereka bisa komunikasi ke dunia luar. Sejak aku kenal laptop dan dunia internet, waktu yang ada aku habiskan berselancar di dunia maya. Hampir seluruh akun website aku punya, mulai dari upload video, foto, aku punya banyak teman di dunia maya. Kesibukanku di dunia maya hampir melupakan segalanya, untunglah masa kontrakku habis. Akupun pulang ke Indonesia berkumpul dengan keluarga.

Karena belum cukup modal, kepulanganku hanya sementara alias cuti. Aku bahagia melihat si kecil yang dulu baru belajar berjalan kini sudah besar. Bahkan ia sangat pandai mengaji, dia bilang istriku yang mengajarinya. Ya Alloh… aku bersyukur untuk kesekian kalinya punya istri seperti dia.

Masa cutiku telah habis, untuk balik ke negara Korea seorang diri aku sudah cukup pengalaman. Sawaktu di bandara aku dikejutkan oleh teriakan seorang perempuan muda, begitu kutoleh ternyata ia tetanggaku. Kamipun ngobrol tentang kampung dan pekerjaan. Ternyata dia juga baru pulang cuti dan akan kembali ke negara HongKong. Demi menunggu pesawat yang lumayan lama, kami saling tukar nomer telepon. kami berharap bisa menjadi teman komunikasi yang baik.

Keakraban aku dan dia semakin memuncak begitu aku sudah sampai di Korea. Jika pepatah jawa bilang ”jalaran tresno soko kulino” mungkin benar adanya. Tentu saja bukan di posisiku. Bagaimanapun aku tetap mencintai istri dan anak-anakku. Sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga. Mungkinkah itu kata-kata yang tepat untukku? Walau aku mencintai istriku, lama kelamaan aku tidak tahan pada semua godaannya. Ia kerap meneleponku, memberi perhatian lebih padaku, bahkan kami bisa seharian bertatap mesra di layar webcam. Baju yang dipakainya tidak pernah menutup aurat, bahkan dia lebih suka mononjolkan buah dadanya tepat di depan cam. Sebagai manusia normal dengan iman pas-pasan tentu saja membuat nafas nafsuku gemuruh. Aku benar-benar tidak sadar kalau setan telah mengintai dari berbagai arah.

Perhatianku pada anak istri tak pernah berkurang. Pun aku selalu mencoba menjauhi perempuan tetanggaku itu, tapi rasa kasihan dan simpatik setiap kali dia bilang kangen, sekedar ingin mendengar suaraku, membuatku melayani kehendaknya sekedar ngobrol di telepon.

Liburan musim panas tahun ini, kami berniat pergi ke Hong Kong. Kami sering mendengar cerita para TKI tentang keindahan Negara Hong Kong membuatku penasaran, sungguh aku tak sadar rencanaku ini sama saja masuk ke mulut buaya. Aku dijemput oleh tetanggaku, tentu saja dengan pakaian yang hanya menutupi daerah terlarang. Rupanya kebebasan negara beton telah mulupakan adat istiadat bahkan aturan agama sebagian TKW di sini. Ini kebodohanku! Ini ketololanku! Hari itu dia berhasil menjeratku ke dalam genggaman iblis. Aku telah menghianati istri tercintaku. Ingin kutampar wanita itu, tetapi ini bukan salahnya saja. Kenapa aku mau?

Bulan demi bulan terlewati. Setelah kejadian itu aku langsung bertaubat nasukha dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Setegas mungkin aku akan menjauhi wanita itu. Namun apa dayaku? Dia tidak mau ditinggalkan. Bahkan dia mengancam akan melaporkan kejadian itu pada istriku dengan bukti sebuah foto jepretan camera hapenya. Ya Alloh… Sesalku bertemu dengan wanita itu tak pernah berujung. Kini aku harus pura-pura bersikap manis padanya demi melindungi keluargaku dari kehancuran.

Buku Tamu

Total Tayangan Halaman